“anak na so umboto mangona”
“dasar anak bandel”........
Mungkin itulah respon spontan kita sebagai
orangtua ketika membaca judul diatas, kita akan marah,memberi hukuman,dan pasti
kita tidak terima dibangkang sebagai orang tua atau guru,ekspresi yang lumrah
bila diperhadapkan dengan situasi yang demikian.....banyak orangtua/guru
mengeluh soal anak yang tidak patuh, bahkan melawan kepada orangtua/guru.
Wajarkah kita marah?Wajarkah kita
langsung menvonis bahwa si anak sudah mulai”kurang ajar?”.................eitts
tungggu dulu....!!!!!!!!
Para orangtua umumnya hanya melihat
masalahnya dari satu sisi, yaitu anak tidak patuh. Kenapa anak tidak patuh,
dalam hal apa anak tidak patuh, adalah bagian yang sangat jarang dieksplorasi.
Anak-anak yang patuh adalah harapan
orang tua itu sudah pasti. Sebab utamanya adalah hal itu membuat nyaman.
Orangtua cukup mengatakan satu hal sekali, anak menurut. Tidak diperlukan
banyak energi untuk melaksanakan sesuatu.
Tapi disatu sisi ada yang perlu
kita pahami dari kasus anak yang “tidak patuh”. Anak adalah suatu individu
juga, yang secara alami memiliki kehendak dan inisiatif sendiri. Bila anak
hanya patuh saja, boleh jadi ia akan tumbuh jadi anak yang tak punya inisiatif
dan kemauan.
Peran orangtua dalam pendidikan
anak persis sama seperti saat ia mengajari anaknya naik sepeda. Di saat awal,
orangtua harus memegangi sepeda anaknya, agar ia tak jatuh. Tapi pada saat yang
sama, orangtua harus mendorong inisiatif dan keberanian anak.
Bahkan, anak harus didorong untuk
mengambil risiko, mencoba sendiri, meski akibatnya ia jatuh dan terluka. Yang
terpenting adalah, pada akhirnya anak harus dilepas untuk mengayuh sepedanya
sendiri, menentukan arah jalannya.
Banyak orangtua yang gagal memahami
soal yang paling fundamental dalam pendidikan anak itu. Mereka bersikap seperti
komandan yang ingin semua perintahnya dipatuhi sebagai penguasa tunggal.
Bagi saya, anak tak perlu patuh
pada orang tua. Orang tua itu bukan Tuhan, juga bukan dewa. Mereka manusia
juga, persis seperti anaknya. Yang patut kita patuhi adalah nilai-nilai yang
mengatur tata cara hidup kita. Nilai itu berupa nilai agama, aturan hukum, tata
krama sosial, dan nalar.
Orangtua terikat dan wajib mematuhi
nilai-nilai itu. Mendidik anak pada dasarnya adalah mengajak anak untuk patuh
pada nilai itu. Ketika anak patuh pada orangtua, pada dasarnya itu adalah
bagian dari kepatuhan pada nilai-nilai tadi.
Konsekuensi dari prinsip ini
adalah, fondasi dari hubungan antara orangtua dan anak adalah nilai. Bila
orangtua menyuruh anak dalam koridor yang dibenarkan oleh nilai, maka anak
wajib patuh. Bila tidak, maka tidak perlu patuh meskipun tidak ada orangtua
yang mengajarkan anaknya yang tidak-tidak
Orang tua yang memaksakan kepatuhan
tidak berbasis nilai, adalah orang tua yang zalim.
Orang tua sering mengeluh, anaknya
suka menjawab. Lagi-lagi keluhannya tidak menyentuh substansi. Anak yang
menjawab atau “mengalus-alusi” tidak otomatis buruk.
Kemampuan untuk menjawab atau
berargumentasi adalah kemampuan yang sangat penting bagi seorang manusia dewasa.
Anak justru harus kita latih untuk punya kemampuan itu. Jadi, jangan bungkam
anak yang suka menjawab.
Coba telusuri, apa duduk
masalahnya. Kenapa anak menjawab? Apa isi jawabannya? Biarkan anak kita
mengeluarkan pendapatnya. Latih dia untuk menjabarkan pendapatnya dengan cara
yang mudah dipahami orang. Latih dia untuk berargumen dengan benar. Luruskan
bila argumennya salah.
Tapi semua itu punya konsekuensi,
bahwa kita harus adil. Kita bukan penguasa di hadapan anak. Kita dan anak
adalah dua pihak yang tunduk pada nilai
Yang tak kalah penting adalah
kendali emosi. Orangtua cenderung menjadi emosional secara tak terkendali saat
anak melawan.
Alih-alih melaksanakan tugas
sebagai pengarah sehingga anak bisa berargumentasi, orangtua sering terjebak
menjadi lawan anak bertengkar. Hasilnya adalah konflik yang melukai kedua
pihak.
Untuk mengindarinya, maka orangtua
mutlak harus mengendalikan emosinya.
Bagaimana jika situasi ini berlaku
juga di sekolah?
Peran kita sebaga orangtua di rumah
dan guru di sekolah,adalah ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan,sikap
kita yang terbuka dan mengendalikan emosi,serta memberikan penerangan jalan
pikiran si anak.Ada energi positif yang harus kita gali dan kembangkan dari
sikap sianak jangan terlalu cepat membentak,menghukum fisik dan psikis si
anak,yang dibutuhkan adalah bimbingan serta pengawasan dengan memberdayakan
bimbingan dan konsultasi yang ada di sekolah
No comments:
Post a Comment