Dari sejak saya kecil dulu sampai
sekarang,saya selalu diajarkan oleh guru
dan para tetua ,bahkan sampai pemuka agama bahwa kita harus mengasihi sesama
manusia,mengasihi sesama itu berarti juga kita mencintai ciptaanNya yang paling
sempurna.kita tidak boleh memusuhi,membenci apalagi menyakiti mereka,kita tidak
boleh membeda-bedakan kasih sayang kita karena faktor agama,sukunya,jabatan dan
kekayaanya,begitulah kata mereka kepada saya dan juga kepada orang yang
seumuran dengan saya waktu itu.......
Setelah beranjak dewasa,karena
saya tingal di daerah yang kental dengan Adat istiadat,perkataan yang hampir
sama artinya saya juga dengan dengar dari para tokoh adat,orang yang dituakan
di masyarakat,lewat umpasa dan umpasanya,yang
intinya menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang,semua dalam suku kita
adalah keturunan raja,jadi selayaknya diperlakukan sebagai seorang raja,saling
menghormati,mengasihi,tidak boleh ada iri dan dengki serta dendam,jadikan adat
sebagai perekat kasih diantara sesama....kira-kira begitulah yang sering mereka
lantunkan....
Sungguh indah bila apa yang Agama
ajarkan,dan yang Adat sajikan diterapkan dalam kehidupan nyata,pasti tidak ada
lagi pertikaian,atau meskipun ada
permusuhan,hal itu pasti diselesaikan dengan penuh kasih,saling mengalah
untuk kebaikan,saling berlomba untuk mendamaikan setiap perselisihan,bukankah
setiap orang yang membawa damai itu,dikatakan anak-anak Tuhan?dan bukankah
setiap yang mendamaikan itu layak disebut berasal dari keturunan raja?karena
kita semua raja(raja do naro,raja nadidapothon?)sungguh
sebuah gambaran kehidupan yang harmonis,indah,rukun dan damai
TETAPI......................................................................................................................................
Sebuah ironi yang mementahkan semua
kotbah yang syahdu,jemaat yang ramai-ramai beribadah serta rangkaian kata-kata
indah bersajak yang dilantunkan oleh tokoh-tokoh adat,nyata sudah didepan mata
saya,ternyata apa yang mereka sampaikan dari mimbar ,yang mereka katakan di”amak tiar” adalah bohong.................Ajaran
kasih yang kami dengar itu hanya teori saja,ajaran bahwa kami harus saling
mengasihi sesama anak-anak raja hanya ibarat sebuah dongeng di negri antah
berantah,dalam kenyataanya itu tidak ada,semua adalah .......ahhhhhhhh,malu saya.............Nyata
sudah bahwa Perlakuan yang sebenarnya hanya untuk orang-orang tertentu,orang
yang berpengaruh di masyarakat,orang yang punya jabatan,orang yang punya harta,orang
yang pintar berbicara,orang yang harus masuk dalam perkumpulan paradaton(jika belum masuk,maka tidak usah
diperlakukan adil),itulah kenyataan akhir-akhir ini dan sudah nyata saya
lihat hari ini,sahabat saya yang meninggal karena tidak masuk kumpulan “paradaton” seakan-akan dikucilkan,tidak
mereka pedulikan,seperti menutup mata kepada keluarga ini,(syukurlah masih ada beberapa orang yang tidak seperti mereka)...........ketika
di DKI seorang Ahok dimusuhi karena perbedaan(beda SARA dan beda pilihan politik)sebagian
dari kita marah,mengumpat,mengatakan bahwa ini tidak adil disebuah negara demokrasi,padahal
kalau ditelisik lagi bahwa faktor perbedaan tadi “bisa dimaklumi” menjadi unsur
pembenci..................tapi disini,kita ternyata lebih kejam dari mereka
para pembenci Ahok,kita masih satu suku(suku Batak),satu kampung,satu nenek
moyang,satu ini agama,satu halaman rumah...satu ini dan itu...kita sudah
memperlakukan seseorang secara tidak adil,bahkan mengucilkan mereka dari
kumpulan kita,sungguh kita memang kejam,kita tidak mengasihi mereka sebagaimana
sering kita dengar tentang kasih,kita tidak menghargai mereka sebagaimana
sering kita dengar bahwa kita semua”anak ni raja”,kita tidak menganggap mereka
saudara dekat kita sebagaimana sering kita dengar bahwa kita “namarhahamaranggi”,kita tidak....dan
tidak.........................
Mari kita hentikan kepura-puraan
ini,mari kita hentikan sandiwara yang tidak ber-episode ini,saatnya kita
mempraktekkan tentang apa yang baik yang kita dengar,yang mereka sampaikan
disetiap kesempatan.hal sekecil apapun yang dapat kita perbuat jauh lebih
bermakna dari rangkaian kata-kata panjang yang mereka lantunkan dengan umpama
penutup “sahat-sahat ni solu.........”saat
ini adalah saat yang butuh action,tindakan nyata,bukan sekedar
kata-kata.Berkaca dengan jemaat di benua eropa sana,mereka tidak begitu aktif
dalam kerohanian,tapi mereka bisa berlaku kepada sesama melebihi seorang
rohaniawan,menghargai derajad orang lain,memperlakukan adil tanpa dibatasi
embel-embel....ahhhhh mereka memang beda..........
Situasi ini tidak bisa kita
biarkan terus menerus,kita seharusnya malu kepada anak-anak generasi muda ,kita
selaku orangtua selalu ajarkan mereka tentang apa yang sudah orangtua ajarkan
dulu kepada kita,tentang yang baik-baik,yang indah-indah,yang damai dan sejuk
dan..........tapi kita berlaku sebaliknya di kehidupan nyata,sungguh sebuah
ironi...............