Jika tidak aral melintang dan jika tidak ada perubahan jadwal ,maka pemilihan Kepala desa di Tapanuli Utara akan digelar pada tanggal 23 November 2021 mendatang. Ada sebanyak 545 calon kepala desa yang akan memperebutkan “Uluan” di kampung masing masing. Sejak ditetapkan bahkan sebelum penetapan calon,para calon kepala desa sudah mulai bergerak menarik simpati penduduk desa dengan berbagai cara,ada yang masih menggunakan cara konvensional seperti berkunjung ke rumah calon pemilihnya namun tidak sedikit yang sudah memamfaatkan media sosial sebagai ajang menarik simpati sekaligus meminta dukungan. Semua usaha mereka lakukan sejauh ini masih sah-sah saja dan sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
Berbeda
dengan pileg,pilpres bahkan pilbup,Pilkades memiliki potensi kerawanan konflik
horizontal yang lebih besar dibanding pemilihan -pemilihan lainnya. hal ini
bisa terjadi karena basis pemilih dalam pilkades berada dalam zona yang
sama,dan bahkan masih terikat dengan satu kekerabatan dalam keluarga, sehingga
sangat rentan terjadi gesekan di tengah-tengah masyarakat atau dalam keluarga. Masyarakat
yang diikat oleh “Paradatan” bisa saja terusik dan mengalami konflik karena
adanya perbedaan pilihan dalam satu lingkup kekerabatan keluarga. Secara umum
setiap perhelatan pilkades sering memunculkan terjadinya perpecahan,hal ini
terjadi karena berbagai faktor,diantaranya fanatisme yang berlebihan dalam
dukung-mendukung calon,emosi yang kadang tak terkontrol karena belum dewasanya
dalam berdemokrasi. Kadang dengan menghalalkan segala cara untuk memenangkan
calon yang diusung (black campaign).
Belajar dari
pengalaman efek dari sebuah kontestasi pilkades ini,saatnya masyarakat diberi
edukasi tentang hakikat dari sebuah Demokrasi Desa. Semua pihak mesti terlibat
dalam memberi pencerahan,baik dari calon yang ikut bersaing,orang-orang
terdekat calon kades ,keluarga,aparat pemerintah setempat dan juga masyarakat
awan yang peduli dengan pilkades damai. Panitia pemilihan yang dipercayakan
untuk mensukseskan proses perhelatan ini diharapkan juga bisa bekerja professional
sesuai tupoksinya masing-masing guna menghindari celah yang mungkin bisa
memunculkan sikap pro dan kontra di antara calon dan para pendukungnya. Sudah seharusnya
pesta demokrasi di tingkat desa ini terlaksana layaknya sebuah “Pesta Rakyat”
yang semestinya ditaburi aroma kebahagiaan,sukacita dan tawa bukan malah
sebaliknya memunculkan keretakan dan bahkan menjurus ke perpecahan. Kedepan diharapkan
tidak akan ada lagi warga yang dikucilkan dari “Parliatan/paradatan” hanya
gara-gara perbedaan pilihan dalam sebuah perhelatan demokrasi yang di gelar
setiap 6 tahun sekali ini.
Masyarakat desa saatnya semakin dewasa
dalam berdemokrasi,prinsip siap menang dan bersedia menerima kekalahan adalah
sikap yang mesti di junjung tinggi,karena siapapun kelak yang menjadi
“Uluan” kepercayaan masyarakat toh juga tetap diikat oleh “paradaton” yang sama
di “huta” yang sama pula.
Selamat Berdemokrasi…Salam dari Pemilik suara