Sudah tiga hari ini Nai Sarihon gak
tenang jiwanya,uring-uringan terus siang dan malam,makan dan minum yang selama ini dinikmatinya,sekarang seakan
hambar tak ada rasa,wajahnya yang biasanya cerah ,saat disapa ibu-ibu tetangga
seakan hanya bermuram durja,senyum dibibir tipisnya yang sehari-harinya diberi gratis kepada orang yang
menyapanya,itupun tak ada lagi....selidik punya selidik,ternyata beban berat
ada dipikiran Nai Sarihon saat ini,bagaimana ngak busisaon*,anaknya yang akan
melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP yang sudah lama diidamkan gak bisa
kesampaian,maklum untuk menyekolahkan anaknya ke luar kota Nai Sarihon harus
berputar tiga sampai tiga puluh kali,kondisi kesehatan ama ni Sarihon yang
harus rutin dua kali seminggu ke rumah sakit untuk check up kesehatannya yang
akhir-akhir ini dalam keadaan terganggu,ditambah lagi perekonomian keluarga ini
yang masuk dalam kategori pra sejahtera yang berakibat dapur mereka tak mengepulkan
asap lagi.....
Hal yang sama juga dialami pak Pikkir,seorang pegawai yang ditugaskan menjadi ketua panitia dalam penerimaan
Peserta Didik Baru tahun ini,pak Pikkir bersama tim-nya juga sedikit terganggu
pikirannya,bukan karena Honor PPDB yang belum cair,atau karena tidak bisa
berlibur seperti teman-temanya yang lain,bukan....mereka sedikit agak stress
memikirkan calon peserta didik mereka yang tidak kebagian bangku di
sekolahnya,berhubung daya tampung di sekolah mereka sudah dibatasi,sehingga ada
puluhan calon peserta didik yang mendaftar harus menguburkan mimpi mereka mengecam
pendidikan di sekolah negeri pertama di desa mereka.....
Kebijakan pemerintah dan hal ini
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun ini menerapkan sistem zonasi dalam
penerimaan Peserta Didik Baru(PPDB)seperti yang sudah terlaksana tahun-tahun
sebelumnya,sistem zonasi yang diadopsi dari negara-negara maju dalam dunia
pendidikan setiap tahunnya semakin disempurnakan dengan mengevaluasi
kendala-kendala yang muncul setiap musim awal pelajaran dimulai.Tahun ini untuk
masuk ke sebuah sekolah negeri,tidak diberlakukan lagi dengan sistem
perangkingan Nilai Hasil Ujian Nasional,siswa yang berhak masuk ke sekolah
negeri adalah yang memiliki Zonasi terdekat dengan tempat domisili siswa dengan sekolah yang dituju,atau
masuk lewat jalur prestasi yang diperoleh peserta didik pada satuan pendidikan
terendah yang dibuktikan dengan bukti fisik berupa sertifikat,piagam atau
raport,selain kedua jalur tersebut peserta didik juga berhak masuk ke sekolah
karena perpindahan orangtua.diluar
ketiga jalur tersebut,maka sedikit kemungkinan masuk ke sekolah negeri yang
diidamkan,kecuali kuota di sekolah tersebut masih tersisa.
Sebagai orangtua atau masyarakat,penulis
mengapresiasi semangat pemerintah dalam mencetuskan sistem Zonasi dalam PPDB
ini,pemerintah ingin menghapus sekolah-sekolah yang selama ini diberi
label”Sekolah Favorit”.pemerintah punya niatan untuk men-samaratakan
sekolah-sekolah negeri,sehingga tidak ada ketimpangan,kecemburuan apalagi
pengkotak-kotakan sesama sekolah yang notabene sama-sama
dibiayai oleh negara.sebelum ada sistem zonasi ini,dirasa ada
diskriminasi sekolah negeri A yang siswanya adalah kumpulan siswa yang ber-IQ
tinggi,cerdas dan rata-rata berasal dari keluarga ekonomi menengah keatas,dan
sekolah negeri B yang siswanya hanya pas-pasan di berbagai bidang,secara tidak
langsung stakeholder di sekolah A memiliki prestise dibanding sekolah lain yang
biasa-biasa saja tadi.pada sisi ini pemberlakuan sistem zonasi ini dapat kita
terima dan mendukung sepenuhnya,lalu muncul permasalahan baru,sebagai contoh ada kecamatan
yang memiliki sekolah negeri hanya ada 2 unit,dengan daya tampung berkisar 500
orang siswa,sedangkan satuan pendidikan setingkat dibawahnya yang merupakan
input siswa untuk sekolah tersebut ada 700 orang siswa,maka 300 orang siswa di
kecamatan tersebut harus di siap menerima kenyataan untuk migrasi ke luar
kota,tidak semua mampu karena berbagai faktor seperti yang dialami Nai Sarihon
tadi,selanjutnya?????hanya ada dua kemungkinan,menunggu setahun lagi untuk
menompang masuk ke domisili terdekat dengan sekolah tersebut,atau kemungkinan
terburuk....putus sekolah.
Hal ini harus menjadi perhatian
pemerintah,baik pusat maupun pemerintah daerah.Sudah menjadi Tugas pemerintah
untuk menyediakan akses pendidikan yang dekat,akses pendidikan yang merata
dengan mempertimbangkan kondisi setiap daerah yang sudah pasti punya
permasalahan mereka sendiri-sendiri.Pendidikan adalah hak dasar untuk setiap
anak bangsa,dan mereka berhak untuk mendapatkannya tanpa ada diskriminasi karena alasan tempat mereka ada di kecamatan,desa,dusun terpencil sekalipun.
Akhirnya...Nai Sarihon dan pak Pikkir....tetaplah
semangat,hasrat ibu bapak adalah baik dan mulia,tapi apa dikata,zonasi yang
membatasi,aduh....si Zona sihhh........
ppdb2019