Thursday, 4 November 2021

PILKADES dan Potensi Konflik Horizontal

 

Jika tidak aral melintang dan jika tidak ada perubahan jadwal ,maka pemilihan Kepala desa di Tapanuli Utara akan digelar pada tanggal 23 November 2021 mendatang. Ada sebanyak 545 calon kepala desa yang akan memperebutkan “Uluan” di kampung masing masing. Sejak ditetapkan bahkan sebelum penetapan calon,para calon kepala desa sudah mulai bergerak menarik simpati penduduk desa dengan berbagai cara,ada yang masih menggunakan cara konvensional seperti berkunjung ke rumah calon pemilihnya namun tidak sedikit yang sudah memamfaatkan media sosial sebagai ajang menarik simpati sekaligus meminta dukungan. Semua usaha mereka lakukan sejauh ini masih sah-sah saja dan sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.

Berbeda dengan pileg,pilpres bahkan pilbup,Pilkades memiliki potensi kerawanan konflik horizontal yang lebih besar dibanding pemilihan -pemilihan lainnya. hal ini bisa terjadi karena basis pemilih dalam pilkades berada dalam zona yang sama,dan bahkan masih terikat dengan satu kekerabatan dalam keluarga, sehingga sangat rentan terjadi gesekan di tengah-tengah masyarakat atau dalam keluarga. Masyarakat yang diikat oleh “Paradatan” bisa saja terusik dan mengalami konflik karena adanya perbedaan pilihan dalam satu lingkup kekerabatan keluarga. Secara umum setiap perhelatan pilkades sering memunculkan terjadinya perpecahan,hal ini terjadi karena berbagai faktor,diantaranya fanatisme yang berlebihan dalam dukung-mendukung calon,emosi yang kadang tak terkontrol karena belum dewasanya dalam berdemokrasi. Kadang dengan menghalalkan segala cara untuk memenangkan calon yang diusung (black campaign).

Belajar dari pengalaman efek dari sebuah kontestasi pilkades ini,saatnya masyarakat diberi edukasi tentang hakikat dari sebuah Demokrasi Desa. Semua pihak mesti terlibat dalam memberi pencerahan,baik dari calon yang ikut bersaing,orang-orang terdekat calon kades ,keluarga,aparat pemerintah setempat dan juga masyarakat awan yang peduli dengan pilkades damai. Panitia pemilihan yang dipercayakan untuk mensukseskan proses perhelatan ini diharapkan juga bisa bekerja professional sesuai tupoksinya masing-masing guna menghindari celah yang mungkin bisa memunculkan sikap pro dan kontra di antara calon dan para pendukungnya. Sudah seharusnya pesta demokrasi di tingkat desa ini terlaksana layaknya sebuah “Pesta Rakyat” yang semestinya ditaburi aroma kebahagiaan,sukacita dan tawa bukan malah sebaliknya memunculkan keretakan dan bahkan menjurus ke perpecahan. Kedepan diharapkan tidak akan ada lagi warga yang dikucilkan dari “Parliatan/paradatan” hanya gara-gara perbedaan pilihan dalam sebuah perhelatan demokrasi yang di gelar setiap 6 tahun sekali ini.

Masyarakat desa saatnya semakin dewasa dalam berdemokrasi,prinsip siap menang dan bersedia menerima kekalahan adalah sikap yang mesti di junjung tinggi,karena siapapun kelak yang menjadi “Uluan” kepercayaan masyarakat toh juga tetap diikat oleh “paradaton” yang sama di “huta” yang sama pula.

Selamat Berdemokrasi…Salam dari Pemilik suara

 

 

Aku Bangga Menjadi Guru (sebuah refleksi diri)

Semua pekerjaan  yang halal sesungguhnya adalah profesi yang mulia. Dari sekian banyak profesi yang mulia tersebut profesi Guru adalah salah...